Perempuan Hujan

Jumat, 06 Mei 2016

Bu, Yuyun Pamit.


Kata Ibu, aku hidup di Negara yang berperikemanusiaan.
Tapi, bu. Kenapa masih banyak hewan yang berkedok manusia, di tanah ini?


Tadi sore sehabis aku menuntut ilmu, aku pulang berjalan kaki sambil menikmati sepinya suasana, aku bernyanyi kecil dengan penuh ceria.
Di sebuah tempat yang kulewati, aku melihat mereka, segermbolan hewan yang berkedok manusia.

Aku takut, bu.
Mata mereka, merah. Mulutnya bau arak seperti kecoa.
Mereka mendekati tubuhku yang kecil ini, bu.
Aku hanya sendiri, bu. Tolong aku.
Mereka mendekati tubuh kecilku dengan buas.
Salah satu dari mereka menarik tanganku dengan keras.
Mulutku dibekap kencang, aku hampir kehabisan nafas.
Tubuhku dipukul sampai tak sanggup aku menopang diri, aku lemas.
Tanganku diikat, hingga tak bisa lepas.

Ibu.
Pandanganku mulai gelap.
Aku tak mau dimakan hidup-hidup oleh buaya darat.
Aku berontak, berusaha melepaskan diri dari mereka yang biadap.

Ibu.
Tubuh kecilku tak kuasa lagi melawan hewan buas itu.
Mereka membanting tubuhku hingga terjatuh.
Manusia yang tak punya adab itu, memperlakukanku seperti hewan yang memakan makanan majikannya, bu.
Aku disiksa sampai tak berdaya.
Lalu diperkosa dengan paksa.

Aku dikangkangi oleh empat belas orang lelaki bejat.
Dinikmati oleh hewan berkedok manusia yang bau arak.
Kehormatanku dirusak.
Pun kewanitaanku yang telah kurawat.

Bukankah, sekeji-kejinya hewan tidak ada yang memperlakukan mahluk lain seperti yang kualami ini, Tuhan?
Lalu. hewan macam apa ini yang telah Kau ciptakan.
Mereka buas, mereka kejam.
Mulut yang bau, dan matanya sungguh menyeramkan.
Mereka tanpa dosa menerkam.

Kini yang kurasa hanya keperihan.
Mereka memukul kepalaku dengan kayu dari depan.
Teriak yang keluar tiada henti dari mulutku, berakhir dengan kegelapan.
Aku lihat orang tuaku meski hanya bayangan.
Terlihat dari raut wajahnya, mereka sedih berkepanjangan.

Ibu.
Maafkan puterimu yang tak bisa meneruskan hidup.
Tak bisa meraih mimpi yang telah kugantungkan di atas langit.
Bu, jaga diri baik-baik.
Aku pamit.

Mungkin di dasar jurang ini lah, terakhir kali kau melihatku dengan tubuh yang penuh luka.
Dengan tubuh yang tak lagi kuat seperti biasa.
Dengan bibir yang tak lagi tersenyum ceria.
Ibu, terus bahagia meski tanpa puterimu yang tercinta.

02/04/16


Saya bersama Yuyun
#NyalaUntukYuyun

3 komentar:

  1. Ya ampun lid .. tulisannya bagus .. bikin gue langsung ngerasain apa yg alm. rasakan
    Emng yah laki laki itu astagfirullah jahatnya itu lhoo smpe gabisa di deskripsikan mereka itu penjahat macam apa!

    BalasHapus