Perempuan Hujan

Senin, 27 Juli 2015

Surat Rindu, Untukmu.

Selamat malam, sayang.

Apa kabarmu? Bagaimana hari-harimu, yang tanpa aku?   Pasti baik-baik saja, ‘kan?
Kau tak perlu menanyakan kabarku. Aku tetap seperti yang kemarin-kemarin; baik keadaanku, tapi lain halnya rinduku, ia sedang kurang sehat. Aku rasa hanya kau obat penyembuh paling ampuh untuk rindu; bertemu. Hm’em, dengan bertemu denganmu, rindu pasti bisa beraktivitas kembali dengan keadaan sehat; mengingatmu.

Sedang apa kamu, disana? Sedang merindukanku, kah?

Kau tau? Rinduku tumbuh besar, semenjak saat terakhirku melihatmu di parkiran sekitar kampus. Senyummu mengembang, meski dari jarak jauh aku melihatnya. Ketika itu, aku sangat membutuhkanmu; tubuhku lemah, aku butuh kamu sebagai penguatnya. Emosiku membara, aku butuh kamu sebagai pemadamnya. Tapi … Emm … Kau … Ah sudahlah, aku mengerti janjimu pada temanmu. Walaupun awalnya … Duh, lupakhaaaaan~

Maaf atas kecemburuanku. Aku hanya rindu kamu, sayang.

Lelakiku.
Aku pasti merasakan sedikit bahagia, ketika kau membaca surat ini. Hm? Sedikit? Iya, sedikit, aku tak salah nulis kok. Sebelum aku melihat sosokmu di depan mata, aku belum sepenuhnya bahagia. Aku memang egois perihal merindu, kau harus mengerti itu.

Sebenarnya, aku tak kuasa menulis surat ini. Aku menuliskan ini untukmu sambil memikul rindu yang sangat berat. Berat, karena aku harus menjalani hari-hari tanpa sosokmu; tawa, senyum, celotehan nakalmu, bahkan cerita-cerita yang biasa kaudongengkan di telingaku. Dan ditambah akhir-akhir ini, kau jarang menghubungiku lagi, membalas pesan singkatku saja, tidak. Aku memang tak tahu, apa yang membuamu seperti itu, mungkin kau terlalu sibuk, atau … Ah, saat-saat seperti ini lah yang membuatku berpikir negative tentangmu, sayang. Jangan buat aku seperti ini.

Ah, bukan. Bukan maksudku untuk mengeluh, aku tak merasa keberatan dengan beban rindu yang kutanggung ini. Justru, aku akan sangat merasa keberatan jika semuanya tanpa senyummu yang serupa senja. Begitulah aku mendefinisikan bahagiaku; semuanya serba kamu.

Bicara tentang senja, di desaku tak perlu repot-repot jalan jauh ke pantai hanya untuk melihat senja. Seperti apa yang kita lakukan waktu itu; mengejar keindahan waktu senja. Disini, hanya dengan bersepeda di sore hari, melewati serumpun padi yang tumbuh disawah sebelah kanan – kiriku, naik ke atas bukit yang tak terlalu tinggi, disitu akan terlihat jelas indahnya senja, terbenamnya matahari yang sering kita sebut dengan sunset. Suatu saat, aku akan memperlihatkannya padamu.

Ah, intinya aku ingin secepatnya menemuimu. Aku sudah sangat merinduimu. Kumohon, mengertilah.

Kalau kau ada bersamaku, kau akan melihat banyaknya rindu yang sudah berserakan, aku akan menatanya kembali di dalam lemari serapi mungkin. Rindu ini akan terus bersamaku. Untukmu.
Kuakhiri surat atas nama rindu yang kubuat hanya untukmu. Terima kasih sudah sudi membacanya. Semoga kelak sebuah pertemuan dapat menyelamatkan kerinduaan kita masing-masing.

Kuningan, 12 Juli 2015


Perempuanmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar