Selamat malam, sayang.
Apa
kabarmu? Bagaimana hari-harimu, yang tanpa aku? Pasti baik-baik saja, ‘kan?
Kau
tak perlu menanyakan kabarku. Aku tetap seperti yang kemarin-kemarin; baik
keadaanku, tapi lain halnya rinduku, ia sedang kurang sehat. Aku rasa hanya kau
obat penyembuh paling ampuh untuk rindu; bertemu. Hm’em, dengan bertemu
denganmu, rindu pasti bisa beraktivitas kembali dengan keadaan sehat;
mengingatmu.
Sedang
apa kamu, disana? Sedang merindukanku, kah?
Kau
tau? Rinduku tumbuh besar, semenjak saat terakhirku melihatmu di parkiran
sekitar kampus. Senyummu mengembang, meski dari jarak jauh aku melihatnya. Ketika
itu, aku sangat membutuhkanmu; tubuhku lemah, aku butuh kamu sebagai
penguatnya. Emosiku membara, aku butuh kamu sebagai pemadamnya. Tapi … Emm …
Kau … Ah sudahlah, aku mengerti janjimu pada temanmu. Walaupun awalnya … Duh,
lupakhaaaaan~
Maaf
atas kecemburuanku. Aku hanya rindu kamu, sayang.
Lelakiku.
Aku
pasti merasakan sedikit bahagia, ketika kau membaca surat ini. Hm? Sedikit?
Iya, sedikit, aku tak salah nulis kok.
Sebelum aku melihat sosokmu di depan mata, aku belum sepenuhnya bahagia. Aku
memang egois perihal merindu, kau harus mengerti itu.
Sebenarnya,
aku tak kuasa menulis surat ini. Aku menuliskan ini untukmu sambil memikul
rindu yang sangat berat. Berat, karena aku harus menjalani hari-hari tanpa
sosokmu; tawa, senyum, celotehan nakalmu, bahkan cerita-cerita yang biasa
kaudongengkan di telingaku. Dan ditambah akhir-akhir ini, kau jarang
menghubungiku lagi, membalas pesan singkatku saja, tidak. Aku memang tak tahu,
apa yang membuamu seperti itu, mungkin kau terlalu sibuk, atau … Ah, saat-saat
seperti ini lah yang membuatku berpikir negative tentangmu, sayang. Jangan buat
aku seperti ini.
Ah,
bukan. Bukan maksudku untuk mengeluh, aku tak merasa keberatan dengan beban
rindu yang kutanggung ini. Justru, aku akan sangat merasa keberatan jika
semuanya tanpa senyummu yang serupa senja. Begitulah aku mendefinisikan
bahagiaku; semuanya serba kamu.
Bicara
tentang senja, di desaku tak perlu repot-repot jalan jauh ke pantai hanya untuk
melihat senja. Seperti apa yang kita lakukan waktu itu; mengejar keindahan
waktu senja. Disini, hanya dengan bersepeda di sore hari, melewati serumpun
padi yang tumbuh disawah sebelah kanan – kiriku, naik ke atas bukit yang tak
terlalu tinggi, disitu akan terlihat jelas indahnya senja, terbenamnya matahari
yang sering kita sebut dengan sunset.
Suatu saat, aku akan memperlihatkannya padamu.
Ah,
intinya aku ingin secepatnya menemuimu. Aku sudah sangat merinduimu. Kumohon,
mengertilah.
Kalau
kau ada bersamaku, kau akan melihat banyaknya rindu yang sudah berserakan, aku akan
menatanya kembali di dalam lemari serapi mungkin. Rindu ini akan terus
bersamaku. Untukmu.
Kuakhiri
surat atas nama rindu yang kubuat hanya untukmu. Terima kasih sudah sudi
membacanya. Semoga kelak sebuah pertemuan dapat menyelamatkan kerinduaan kita masing-masing.
Kuningan,
12 Juli 2015
Perempuanmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar