Perempuan Hujan

Senin, 29 Juni 2015

Sayap - Sayap Patah.

Wahai Langit
Tanyakan pada-Nya,
Mengapa dia menciptakan sekeping hati ini.
Begitu rapuh dan mudah terluka.

Saat dihadapkan dengan duri-duri cinta
Begitu kuat dan kokoh saat berselimut cinta dan asa.

Mengapa dia menciptakan rasa sayang dan rindu didalam hati ini.
Mengisi kekosongan di dalamnya
Menyisakan kegelisahan akan sosok sang kekasih
Menimbulkan segudang tanya
Menghimpun berjuta asa
Memberikan semangat juga meninggalkan kepedihan yang tak terkira.

Mengapa dia menciptakan kegelisahan dalam relung jiwa.
Menghimpit bayangan, menyesakkan dada.
Tak berdaya melawan gejolak yang menerpa.

Wahai ilalang…
Pernah kah kau merasakan rasa yang begitu menyiksa ini?
Mengapa kau hanya diam.
Katakan padaku.
Sebuah kata yang bisa meredam gejolak hati ini.
Sesuatu yang dibutuhkan raga ini.

Sebagai pengobat tuk rasa sakit yang tak terkendali.
Desiran angin membuat berisik dirimu.
Seolah ada sesuatu yang kau ucapkan padaku,
Aku tak tahu apa maksudmu
Hanya menduga..

Bisikanmu mengatakan ada seseorang di balik bukit sana
Menunggumu dengan setia.
Menghargai apa arti cinta.
Hati yang terjatuh dan terluka.
Merobek malam menoreh seribu duka.

Kukepakkan sayap-sayap patahku.
Mengikuti hembusan angin yang berlalu.
Menancapkan rindu disudut hati yang beku.
Dia retak, hancur bagai serpihan cermin
Berserakan.

Sebelum hilang di terpa angin,
Sambil terduduk lemah.
Ku coba kembali mengais sisa hati
Bercampur baur dengan debu
Ingin ku rengkuh.

Ku gapai kepingan di sudut hati.
Hanya bayangan yang kudapat.
Ia menghilang saat mentari turun dari peraduannya.
Tak sanggup ku kepakkan kembali sayap ini
Ia telah patah.
Tertusuk duri-duri yang tajam.
Hanya bisa meratap.
Meringis..
Mencoba menggapai sebuah pegangan.

karya Kahlil Gibran

Senin, 22 Juni 2015

Untuk Ibu(kota)ku, Jakarta^^

Selamat malam, Ibukota.
Bagaimana kabarmu? Semoga kau selalu baik-baik saja. Meskipun aku tahu, bahwa kau sedang tak baik-baik saja.

Ibukota, ya, Jakarta.
Sudah delapan belas tahu aku menetap di jantungmu yang padat penduduk. Apa kau tak merasakan sesak di dadamu? Mungkin kau ingin mutah, karena tubuhmu sudah terlalu banyak penghuni lalu kau merasakan mual? Hm? Tidak? Sungguh? Kau terlihat munafik, sayang.

Kau tak marah dengan penghuni yang mengotorimu dengan tangan-tangannya yang tak bertanggung jawab?
Kau tak dendam dengan mereka yang mengambil senyummu, yang merampas kegagahanmu dan membiarkanmu menangis dengan sejuta ketidakpedulian mereka? Kau tak dendam? Kau tak ingin marah dengan mereka yang jahat padamu? Mereka menertawakanmu, kau diam saja?

Ah, mulia sekali hatimu. Kau memang seperti ibu yang rela melakukan apa saja demi anak-anaknya.

Tapi, kau perlu ingat, umurmu tak lagi muda; kulitmu keriput, kepalamu digunduli dari pepohonan yang semula subur, badanmu di penuh penyakit timbul berbentuk bangunan-bangunan tinggi nan megah.  Seringkali tubuhnya tak kuat menopang air lalu terendam lumpur setiap kali hujan. Aku prihatin dengan keadaanmu, Bu.

Aku sebagai anak yang hidup di rahimmu saat ini; Aku ingin memelukmu erat dengan kasih sayang sebagai penyertanya. Biarkan aku mencintaimu dengan caraku sendiri. Aku ingin merawatmu sepenuh hati. Aku ingin memaniskan senyummu kembali, yang telah lama masam ini.
Ah, ya, bu. Hari ini, hari kelahiranmu. Aku  ingin menghadiahimu puisi karangan penyair favoritku; W.S Rendra. Semoga kau suka, ya. J

Tuhan yang Maha Esa,
alangkah tegangnya
melihat hidup yang tergadai,
fikiran yang dipabrikkan,
dan masyarakat yang diternakkan.

Malam rebah dalam udara yang kotor.
Di manakah harapan akan dikaitkan
bila tipu daya telah menjadi seni kehidupan?
Dendam diasah di kolong yang basah
siap untuk terseret dalam gelombang edan.
Perkelahian dalam hidup sehari-hari
telah menjadi kewajaran.
Pepatah dan petitih
tak akan menyelesaikan masalah
bagi hidup yang bosan,
terpenjara, tanpa jendela.

Tuhan yang Maha Faham,
alangkah tak masuk akal
jarak selangkah
yang bererti empat puluh tahun gaji seorang buruh,
yang memisahkan
sebuah halaman bertaman tanaman hias
dengan rumah-rumah tanpa sumur dan W.C.
Hati manusia telah menjadi acuh,
panser yang angkuh,
traktor yang dendam.

Tuhan yang Maha Rahman,
ketika air mata menjadi gombal,
dan kata-kata menjadi lumpur becek,
aku menoleh ke utara dan ke selatan –
di manakah Kamu?
Di manakah tabungan keramik untuk wang logam?
Di manakah catatan belanja harian?
Di manakah peradaban?
Ya, Tuhan yang Maha Hakim,
harapan kosong, optimisme hampa.
Hanya akal sihat dan daya hidup
menjadi peganganku yang nyata.

Bagaimana menurutmu? Puisinya indah, kan? Aku sangat menyukainya, di setiap baitnya selalu membuatku tersentuh. Apa kau merasakan hal yang sama denganku? Semoga jawabanmu adalah ya!
Sekali lagi, selamat ulang tahun yang ke-488, Ibu(kota)ku. Semoga senyum dan bahagia dapat kau rasakan kembali. Aku mencintaimu. Selalu^^

Senin, 01 Juni 2015

Dari hambaMU.

Ya Allah,
Entah harus mulai dari mana aku menulis surat cintaku ini. Surat dari seorang hamba yang telah Engkau ciptakan di bumiMu yang begitu indah. Surat dari seorang yang tidak tahu balas budi atas semua kebaikan yang telah diberikan Allah kepadanya. Surat yang datang dari seorang makhluk yang paling sempurna menurutMu, berwujud manusia. Semoga Engkau berkehendak membacanya ya Allah, surat cinta yang kutujukan padaMu dengan linangan air mata.

Ya Allah,
Hampir 19 tahun Kau hadirkan aku di bumiMu ini. Begitu banyak coretan pena yang telah kutulis di dalam buku catatan harianku. Baik coretan itu berupa kebaikan maupun keburukan, tentu Engkau lebih tahu seperti apa diriku ini. Tentu pula malaikat di kanan dan kiriku tak pernah lengah dengan apa yang aku lakukan, semua tercatat rapih dalam buku catatan amalku.

Ya Allah,
Terkadang aku merasa begitu Engkau sayangi. Bagaimana tidak, seburuk apapun perlakuanku padaMu, tetapi Engkau tak pernah marah. Kau tetap sabar menghadapiku. Dengan tatapan kasih sayang dan kelembutanMu, Kau penuhi segala kebutuhanku, Kau penuhi semua permintaanku. Benarlah jika ada ungkapan yang pernah aku dengar dari orang lain yang mengatakan bahwa kasih sayangMu kepada makhluk ciptaanMu melebihi kasih sayang seorang ibu walaupun ada satu juta ibu yang dikumpulkan di muka bumi ini. Kasih sayangMu selalu mendahului murkaMu.

Ya Allah,
Maafkan aku jika sering berjalan di muka bumiMu dengan mata bisa melihat, tetapi buta. Telinga bisa mendengar, tetapi tuli. Mulut bisa berbicara, tetapi bisu. Kaki bisa berjalan, tetapi lumpuh. Dan kami sering merasa paling pintar, tetapi sesungguhnya bodoh. Kami berjalan bagai mayat sombong, tertawa terbahak-bahak, tak mengerti untuk apa hidup di dunia ini. Astaghfirullah.

Ya Allah,
Maafkan aku jika masih sering mengeluh atas setiap takdir yang Kau tetapkan untukku. Kadang aku tak mampu membaca rahasiaMu, membaca maksud yang tersirat atas setiap takdirMu. Aku masih suka merasa bahwa Kau tak memberikan yang aku pinta. Padahal seharusnya aku yakin, apapun yang Kau berikan untukku, apapun yang terjadi dalam hidupku, semua itu pasti yang terbaik untukku, taka da yang sia-sia sedikitpun. Tak mungkin Kau mencelakai hambaMu, seharusnya aku sadar akan hal itu.

Ya Allah,
Maafkan aku jika masih kurang bersyukur atas setiap nikmat yang Kau berikan. Seringkali kenikmatakan membutakan mata hatiku. Hingga tanpa sadar akupun lupa mengucap syukur kepadaMu. Padahal semua nikmat adalah pemberian dariMu dan aku pun tahu Kau pernah berjanji, apabila aku besyukur, Kau akan tambah nikmat itu padaku. Tetapi kenyataannya aku pun sering tak bersyukur, dan kufur atas setiap nikmat yang Kau berikan.

Ya Allah,
Engkaupun tahu masih sedikit sekali amal sholehku selama ini. Sudah sedikit, amal sholeh itupun masih kurang sempurna, terkadang masih aku nodai dengan niat-niatan duniawi yang terkadang tak kusadari. Terkadang ada rasa riya dan ingin dilihat oleh orang lain. Engkau pasti lebih tahu bisikan hatiku. Mungkin kalaupun amal sholehku dikumpulkan, itupun takkan cukup untuk menutupi dosa-dosa yang telah kuperbuat.

Ya Allah,
Betapa seringnya aku bertaubat, tetapi tanpa kusadari aku kembali ingkar kepadaMu. Betapa sering aku memohon ampun, tetapi setelah itupun aku kembali mengotori hatiku. Lagi-lagi Engkaupun lebih tahu daripada diriku sendiri. Bahkan tanpa sadar dosa-dosa itupun aku lakukan dengan kebanggaan. Astagfirullah.

Ya Allah,
Kedua orang tuaku, keluargaku, adik-adikku, sahabat-sahabatku mungkin menganggapku orang baik. Padahal jika mereka tahu seberapa hinanya diriku, seberapa kotornya hati ini, mungkin jangankan mereka mau mengenalku, menatap wajahku pun mereka tak kan pernah sudi. Tetapi lagi-lagi Kau tutupi semua aib-aibku di depan mereka. Kau biarkan aku terlihat baik di depan mereka, padahal sesungguhnya aku hanya seorang hamba yang hina dihadapaMu.

Ya Allah,
Aku tak tahu sampai kapan Kau izinkan aku hidup di dunia ini. Semua adalah rahasiaMu. Tetapi ya Allah, jika aku boleh memohon padaMu, sudilah kiranya Kau tetap menyangiku hingga kelak kematian tiba. Mungkin setelah menulis surat inipun, aku akan melakukan dosa kembali, tetapi satu pintaku ya Allah, jangan pernah Kau tinggalkan aku sedikitpun, walaupun aku sering pergi meninggalkanMu. Tegur aku dengan lembut ya Allah, jika aku mulai jauh dariMu. Bimbing setiap bisikkan hatiku, setiap lisanku, dan setiap langkahku agar setia pada jalanMu.

Ya Allah,
Jangan Kau panggil aku sebelum aku bisa membahagiakan dan membalas kebaikan kedua orang tuaku. Walaupun aku tahu, apabila aku bisa memberi dunia dan seisinya kepada mereka, itupun takkan pernah sebanding dengan pengorbanan yang mereka lakukan untukku. Tetapi jika Kau berkehendak memanggil aku sebelum aku bisa membahagiakan keduanya, maka aku titipkan mereka padaMu. Bahagiakanlah mereka ya Allah, dunia dan alhirat. Jadikan setiap kebaikan yang mereka lakukan untukku sebagai penghapus dosa-dosa mereka. Aku yakin Engkaulah sebaik-baiknya pemberi balasan.

Ya Allah,
Ada juga orang-orang yang kusayangi selain orang tua dan keluargaku. Mereka tak satu darah denganku, mereka tak satu orangtua denganku, tetapi mereka sangat menyayangiku dan aku pun menyayangi mereka. Merekalah saudara spiritualku di jalanMu. Mereka yang mengajariku tentang indahnya mencintaiMu dan KekasihMu. Mereka yang selalu hadir saat aku jauh dari orangtua dan keluargaku. Mereka dengan sabar mau menerima segala kekurangku. Aku mohon ya Allah, sayangi pula mereka. Bimbing jalan mereka saat aku tak berada di dekatnya. Kumpulkan kelak kami di surgaMu sebagaimana Kau kumpulkan kami di dunia ini.

Ya Allah,
Pintaku yang terakhir, jikalau nanti saat itu tiba, saat dimana malaikat maut menjemputku, bimbinglah lisan hamba untuk hanya menyebut namaMu. Jangan biarkan aku menyebut sesuatu yang kucintai di dunia ini. Karena aku ingin kembali kepadaMu, tanpa membawa cinta yang lain selain cintaku padaMu. Matikan aku khusnul khotimah ya Allah dan penuhi dadaku dengan rasa rindu berjumpa denganMu dan kekasihMu. Tak ada yang lebih kuinginkan kecuali bisa menatap wajahMu dan memelukMu kelak di surga.

Terimalah semua doaku ya Allah, ampuni segala dosaku, kasihanilah aku dan sayangi aku hingga di hari aku menutup mata selamanya, kembali kepelukanMu. Jika Kau tak mau menerimaku, kemana lagi aku harus kembali? Karena aku berasal dariMu dan kelak akan kembali kepadaMu.

Sembah Sujudku,

Hamba yang penuh dosa.